Tulisan Terbaru
Wawasan baru maupun tips
Kegagalan Theranos Dan Apa Yang Dapat Kita Pelajari?
Jika kamu mengikuti perkembangan kasus Theranos sejak 2015, kamu pasti sudah mengenal pendirinya Elizabeth Holmes, ia pernah dijuluki sebagai salah satu perempuan muda jenius, pendiri perusahaan perintis yang menjanjikan, dan diharapkan bisa membantu dunia medis menjadi lebih baik lagi.
Ide Theranos sebenarnya bukan hal yang baru, dunia kesehatan sejak lama mencita-citakan dunia di mana seseorang bisa mendapatkan diagnosis medis secara cepat. Elizabeth Holmes menawarkan teknologi yang dapat mendiagnosis penyakit hanya dengan beberapa tetes darah.
Tapi semua itu kandas karena penelitian yang dilakukan palsu dan banyak investor yang uangnya digelapkan tak terima. Elizabeth Holmes dijatuhi hukuman l11 tahun penjara dengan tuduhan menipu investor dalam start-up pengujian darah yang pernah bernilai $9 miliar (£7,5 miliar).
Holmes meluncurkan Theranos setelah keluar dari Universitas Stanford pada usia 19 tahun. Perusahaan rintisan yang ia bangun nilainya meningkat tajam setelah perusahaan mengklaim dapat membawa revolusi dalam diagnosis penyakit. Tetapi teknologi yang dikembangan tidak berfungsi, malah dibanjiri tuntutan hukum dan perusahaan tersebut dibubarkan pada tahun 2018.
Teknologi tes darah yang ditawarkan Theranos sebenarnya bisa sangat membantu jika benar-benar terwujud. Sejauh ini tes darah yang efektif membutuhkan banyak waktu, biaya, tenaga, dan materi. Theranos berusaha memangkas itu. Sayangnya tes darah tidak bekerja semudah itu. Ada jumlah darah yang diperlukan agar kita bisa menilai seberapa baik organ bekerja, mendiagnosis gangguan kekebalan, dan menandai perubahan yang dapat mengisyaratkan seseorang menderita kanker.
Darah dianalisis dengan mesin khusus yang dapat berada di mana saja dari komputer desktop hingga ukuran lemari es - mesin yang mungkin hanya ditemukan di laboratorium terpisah di luar lokasi. Theranos berjanji untuk mengubah proses itu dengan hanya mengambil beberapa tetes darah, yang dikatakan dapat digunakan untuk menjalankan banyak tes sekaligus pada mesin kecil yang diperkecil yang dapat muat di desktop.
“Kami dapat melakukan semua pengujian hanya dengan menggunakan satu sampel mikro, daripada harus menggambar tabung khusus untuk setiap jenis pengujian,” kata Holmes kepada Wired pada tahun 2014.
Secara umum apa yang disampaikan Holmes, memang mungkin terjadi. Tapi pada kasus-kasus tertentu. Orang dapat secara akurat memeriksa kadar gula darah mereka dengan darah di ujung jari, dan darah seujung jari juga dapat mengukur seberapa baik pembekuan darah seseorang. Tetapi tes lain mungkin membutuhkan lebih banyak darah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kesehatan seseorang.
Setetes darah mungkin tidak memiliki konsentrasi protein tertentu yang cukup tinggi, misalnya, sehingga alat penguji perlu mendeteksinya secara akurat. Tetesan darah juga sangat kecil sehingga masing-masing cenderung memiliki jumlah sel dan trombosit yang berbeda, penelitian dari tahun 2015 menemukan. Studi ini mengambil enam tetes darah secara berurutan dari 11 orang dan menemukan bahwa kadar hemoglobin (protein yang membawa oksigen) dan sel darah putih sangat bervariasi antara setiap tetes.
Banyak tim peneliti medis yang berusaha mengkonfirmasi klaim Holmes, dan nyaris semua praktisi medis mengatakan hal itu tidak mungkin. Untuk mendapatkan hasil yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, seseorang harus melakukan peer review, dan Theranos terbukti berulang kali gagal pada tahap ini. Klaim demi klaim yang mereka buat, tidak hanya gagal, namun pada satu titik merugikan masyarakat karena terindikasi penipuan.
Hal ini yang mendorong wartawan The Wall Street Journal John Carreyrou, melakukan investigasi. Dalam penyelidikannya, ia menemukan bahwa mesin Edison Theranos tidak memenuhi kemampuan yang diklaim perusahaan. Elizabeth Holmes telah membangun citra merek yang menjual Edison sebagai cara baru untuk melakukan tes darah. Sejak saat itu saham perusahaan terus turun dan pada akhirnya Theranos tutup pada 2015 dan Holmes didakwa.
Di Refactory kami serius membangun sebuah produk. Tidak hanya dibangun berdasarkan best practice, tetapi dibuat melalui kebutuhan yang nyata. SEV-2 misalnya, merupakan produk yang dibuat karena penghematan saat pandemi untuk bisa menghasilkan aplikasi kerja yang tepat guna, murah, efisien dan terukur.
Ada proses riset, diskusi, dan uji coba yang dilakukan secara berkala. Berbeda dengan perusahaan rintisan lain yang fokus pada penggalangan dana untuk membuat produk, kami fokus pada pengembangan produk sembari menyesuaikan kebutuhan internal. SEV-2 adalah produk yang tumbuh melalui trial dan eror. Setiap bug, setiap eror, diperbaiki dan dikembangkan fiturnya semata karena kebutuhan pekerja, bukan investor.
Kami percaya bahwa sebuah produk pertama-tama harus melewati testing yang benar. Entah itu unit testing atau hallway testing. Sehingga baik fitur maupun kebermanfaatannya bisa dipertanggungjawabkan. Untuk menghindari apa yang terjadi pada Theranos, sebuah perusahaan teknologi rintisan semestinya berkomitmen untuk transparan, berorientasi pada kepentingan publik, bukan hanya kepada pemodal.
Theranos menjual mimpi dan ide yang baik, tetapi eksekusinya dilakukan melalui kebohongan. Hal ini tidak akan mungkin terjadi jika ada dewan pengawas yang objektif, shareholder yang kritis, dan peduli pada perusahaan. 9 miliar dolar adalah angka yang fantastik, tentu bukan tidak mungkin Theranos bisa mencapai cita-cita mereka memiliki teknologi pemeriksaan medis berdasarkan satu tetes darah, tetapi hal itu perlu dilakukan bertahap dan transparan.
Orang-orang di sekitar Elizabeth Holmes juga perlu berani mengingatkan arah perusahaan, tidak hanya diam dan menerima perintah. Karena dengan 9 miliar dolar investasi tentu ada ribuan pekerja yang bergantung nasibnya pada Theranos. Jika saja mereka mau akuntabel, fokus pada proses, dan terus-menerus berkomitmen membangun produk dengan baik, skandal penipuan ini mungkin tak akan terjadi.