Tulisan Terbaru

Wawasan baru maupun tips

Skill Penting Di Masa Depan: Kerja Keras dan Ketekunan

Dalam buku berjudul Sapiens, Yuval Noah Harari, menjelaskan bagaimana manusia datang untuk menguasai planet ini. Dalam Homo Deus memeriksa masa depan kita. Ia memadukan sains, sejarah, filsafat, dan setiap disiplin di antaranya, menawarkan visi masa depan yang pada awalnya tampak tidak dapat dipahami tetapi segera terlihat tidak dapat disangkal: umat manusia akan segera kehilangan tidak hanya dominasinya, tetapi juga maknanya.

Yuval juga berpendapat selama 100 tahun terakhir, perkembangan teknologi, ekonomi dan politik telah menciptakan jaring pengaman yang semakin kuat yang memisahkan umat manusia dari garis kemiskinan biologis. Kelaparan massal masih menyerang beberapa daerah dari waktu ke waktu, tetapi itu hal itu terjadi hampir selalu disebabkan oleh politik manusia daripada bencana alam.

Peran manusia di sini adalah bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan bersama. Jika sebelumnya sumber utama kekayaan adalah aset material seperti tambang emas, ladang gandum dan sumur minyak. Saat ini sumber utama kekayaan adalah pengetahuan. Yuval berpendapat kita telah bertransformasi dari ekonomi berbasis material menjadi ekonomi berbasis pengetahuan.

Menurut Yuval, secara tradisional, kehidupan dibagi menjadi dua bagian utama: periode belajar diikuti oleh periode bekerja. Segera model tradisional ini akan menjadi benar-benar usang, dan satu-satunya cara bagi manusia untuk tetap dalam peradaban adalah terus belajar sepanjang hidup kita, dan menemukan kembali diri kita sendiri berulang kali. Banyak jika tidak kebanyakan manusia mungkin tidak dapat melakukannya.

Lalu bagaimana jika kita berhenti belajar? Kita akan terjebak pada masa lalu, tidak bisa berkembang, dan pada akhirnya akan tertinggal. Bekerja seperti itu, banyak dari kita bekerja bukan karena kita butuh pekerjaan, tapi kita butuh uang yang dihasilkan dari bekerja. Ini mengapa banyak orang merasa stres dan menganggap pekerjaan sebagai suatu hal yang menyebalkan.

Manusia bekerja sebagai aktualisasi diri. Kita sadar bahwa apa yang kita kerjakan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan diri, tetapi orang lain. Kita bekerja untuk anak kita, orang tua kita, dan orang yang kita sayang. Di sini kita menjadi penuh, karena sadar bahwa apa yang dikerjakan punya manfaat bagi orang lain.

Tetapi bekerja berlebihan, kerja keras, hari ini memiliki sinonim yang negatif. Banyak orang mengalami kelelahan, kecemasan dan burnout. Burnout terjadi jika kamu memiliki beban kerja yang berat dan bekerja berjam-jam. Kamu berjuang untuk menjaga keseimbangan kehidupan dan kerja. Ini yang perlu kita pertanyakan, mengapa kita melepaskan pekerjaan sebagai bukan bagian dari hidup kita?

Bekerja adalah bagian dari hidup, ia semestinya diperlakukan sebagai usaha membangun peradaban, keterampilan diri, dan eksistensi diri. Kita menganggap kerja sebagai penghambat kebahagiaan, kita harus bekerja untuk bisa bahagia. Banyak dari kita yang bekerja keras, menyiksa diri, untuk memenuhi hasrat dan keinginan. Padahal, menurut Yuval, untuk mencapai kebahagiaan sejati, manusia perlu memperlambat keinginan untuk memenuhi segala keinginan, bukan mempercepatnya.

Dalam Sapiens, Yuval menggambarkan penderitaan terjadi karena perilaku kita. Ia mencontohkan pencerahan yang didapat oleh Sidharta Gautama. “Pada akhirnya ia sampai pada kesadaran bahwa penderitaan tidak disebabkan oleh nasib buruk, oleh ketidakadilan sosial, atau oleh kehendak ilahi. Sebaliknya, penderitaan disebabkan oleh pola perilaku dari pikirannya sendiri,” katanya.

Saat kita bekerja hanya untuk kepuasan diri, artinya mengejar gaji, kita akan memiliki kepribadian yang rakus dan tamak. Bekerja hanya sekedar mencari uang. Sementara jika bekerja diperlakukan sebagai sarana memuaskan keinginan, kita akan menjadi penindas, karena mengambil hak orang lain dan melakukan cara-cara culas untuk memenuhi hal itu.

Tapi mengapa kita bekerja? Mengenai bagaimana masyarakat manusia berkembang dari bekerja ada dua narasi yang patut kita ketahui. Pertama berasal dari filsuf Prancis Jean-Jacques Rousseau, dan bunyinya seperti ini: Dahulu kala, kita semua adalah pemburu-pengumpul. Kita hidup dalam kelompok kecil, dan setiap orang kurang lebih setara.

Kemudian datanglah peradaban pertanian. Kita menemukan cara membudidayakan tanaman dan hewan, dan kita berhenti berburu dan mengumpulkan. Revolusi pertanian ini menyebabkan struktur politik yang lebih kompleks, belum lagi kemajuan dalam fenomena budaya seperti seni, filsafat, dan sastra. Itu juga melahirkan fenomena hierarkis seperti patriarki, eksekusi massal, dan birokrasi yang tak berkesudahan.

Peradaban kita maju karena dua hal. Kerja keras manusia dan keuletan untuk terus bertahan hidup. Kita menyimpan harapan untuk terus maju, berkembang, dan hal inilah yang akan menyelamatkan kita di masa depan. Dua keterampilan itu bukan berkah dari langit yang datang begitu saja, melainkan keterampilan yang harus kita asah agar bisa terus beradaptasi.

Ketekunan adalah semangat dan ketekunan untuk tujuan jangka panjang. Saat kamu memiliki ketekunan, kamu akan memiliki stamina lebih panjang untuk bertahan hidup. Disiplin dan ketekunan akan membuat kita bertahan menuju masa depan, hari demi hari, tidak hanya selama seminggu, tidak hanya selama sebulan, tetapi selama bertahun-tahun, dan bekerja sangat keras untuk mewujudkan masa depan itu.

Ketekunan akan mengajari kita untuk menjalani hidup seperti lari maraton, bukan lari cepat. Melalui kerja keras dan ketekunan kita akan hidup lebih baik. Dua watak ini merupakan hal yang penting untuk diajarkan sejak kecil. Itu berarti tetap bersemangat dan gigih menuju tujuan jangka panjang, bahkan setelah merasa sulit dan sulit untuk dicapai.

Berpegang teguh pada tujuan jangka panjang, bekerja keras untuk mencapainya bahkan setelah menghadapi banyak kegagalan disebut ketekunan. Ini mengapa Refactory pada OKR 2023 menempatkan kerja keras, keyakinan, intensitas, dan praktik sebagai hal yang utama. Jadi apakah kamu tertarik bergabung bersama kami?

Refactory

Refactory adalah pengaktif teknologi digital di Indonesia. Sejak didirikan pada 2015 di Surabaya dan membuka Bootcamp kelas pertama pada 2017 di Bandung, Refactory telah berkembang melebihi Bootcamp dengan menambah berbagai solusi untuk memberdayakan anak-anak muda Indonesia melalui pemrograman, serta membantu perusahaan di tingkat nasional maupun mancanegara untuk merealisasikan potensi mereka.

Kantor Utama di Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 9,8 Sleman, DI Yogyakarta 55581 - Indonesia

© 2017-2024 PT. BIXBOX TEKNOLOGI PERKASA. All rights reserved.