Tulisan Terbaru
Wawasan baru maupun tips
Orang Indonesia Kecanduan Ponsel, Apakah Yang Harus Dilakukan?
Perusahaan riset dan analis Data.ai merilis data terbaru untuk digital 2022 global. Riset tersebut bertajuk “State of Mobile 2023” yang mencakup aplikasi paling banyak diunduh dari masing-masing kategori, transaksi ponsel, hingga durasi penggunaan ponsel. Hal ini mengkhawatirkan karena, alih-alih melakukan kegiatan progresif dan bermanfaat, kita malah menonton layar ponsel dan membuka media sosial.
Dalam laporannya itu, data.ai mencatat orang Indonesia berada di posisi pertama kategori pengguna dengan durasi screen time paling tinggi di dunia. Rata-ratanya sekitar 5,7 jam per harinya. Ini berarti tercatat adanya peningkatan sebesar 5,2 persen dibanding tahun 2021. Saat itu, rata-rata durasi masyarakat Indonesia memainkan ponsel 5,4 jam.
Orang Indonesia memang memiliki ketergantungan dan hobi memakai media sosial. Setidaknya jika melihat durasi waktu di media sosial. Menurut laporan We Are Social, pengguna internet global menghabiskan rata-rata 147 menit atau 2,45 jam per hari untuk mengakses media sosial (medsos). Indonesia menempati posisi ke-10 dalam daftar ini, dengan rata-rata waktu penggunaan media sosial 197 menit atau sekitar 3,2 jam per hari.
Selain digunakan untuk berkomunikasi, media sosial juga menjadi sarana untuk berbisnis, mencari hiburan, serta memperoleh informasi. Misalnya menjual barang via marketplace, atau berkomunikasi via aplikasi chat. Tapi dengan durasi waktu yang mencapai lebih dari lima jam atau hampir enam jam sehari, ada potensi buruk dari pemakaian ponsel, yang mengarah pada kecanduan gajet.
Perkembangan teknologi ponsel yang terus ditingkatkan membuat publik jadi makin ketergantungan. Perusahaan ponsel memperluas fungsi gajetnya, menambah berbagai hal yang membuat kita tunduk pada produk ini. Mulai dari game, video streaming, hingga media sosial, hal ini yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan penggunaan berlebihan dan kecanduan.
Menurut PEW Research Center, 67% pemilik smartphone mengakui jika mereka memeriksa telepon mereka untuk panggilan atau pesan saat ponsel mereka tidak bergetar atau berdering. Ini adalah salah satu tanda utama ketergantungan ponsel dan seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua.
Meskipun kecanduan ponsel belum tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5), beberapa penelitian telah membandingkan kecanduan ponsel dengan kecanduan judi, yang memiliki kriteria diagnosis lebih jelas dan termasuk dalam DSM-5.
Setidaknya 4 dari tanda dan gejala berikut dianggap sebagai kriteria kecanduan ponsel, dan penggunaan ponsel yang bermasalah secara berlebihan harus menyebabkan kerugian yang signifikan dalam kehidupan individu. Hal ini perlu penanganan serius dan bukan hanya sekedar dianggap fenomena sosial biasa.
Kamu bisa jadi mengalami gangguan kecanduan ponsel apabila:
- Gagal yang terus-menerus untuk tidak memeriksa ponsel saat tak dibutuhkan.
- Memaksa diri untuk terus menggunakan smartphone tanpa alasan.
- Beralih ke ponsel ketika mengalami perasaan yang tidak diinginkan seperti kecemasan atau depresi.
- Penggunaan berlebihan ditandai dengan hilangnya rasa waktu.
- Telah membahayakan hubungan personal atau pekerjaan karena penggunaan ponsel yang berlebihan..
- Keinginan untuk punya ponsel terbaru, lebih banyak aplikasi, atau meningkatkan penggunaan.
Bukti lain orang Indonesia demikian gandrung pada gajet bisa ditunjukkan dengan durasi waktu dan jumlah aktivitas di media sosial. Warga Jakarta misalnya, tercatat paling cerewet menuangkan segala bentuk unek-unek di Twitter lebih dari 10 juta tweet setiap hari. Di posisi kedua peringkat dunia kota teraktif di Twitter ialah Tokyo. Bandung juga masuk ke jajaran kota teraktif di Twitter di posisi enam.
Dampaknya adalah kemampuan kognisi kita jadi menurun. Potensi lain yang berbahaya dari kecanduan ponsel adalah peningkatan gejala defisit perhatian, gangguan kecerdasan emosional dan sosial, kecanduan teknologi, isolasi sosial, gangguan perkembangan otak, dan gangguan tidur.
Ada gejala bahwa semakin tinggi waktu kita di media sosial atau ponsel, maka makin rendah kemampuan berpikir kita. Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Meski belum ada penelitian yang serius menunjukkan buktinya, tapi ada temuan yang mengungkapkan bahwa menggunakan smartphone setiap saat dapat secara signifikan mengurangi kapasitas kognitif. Penggunaan smartphone juga telah dikaitkan dengan gangguan tidur dan ketidakseimbangan kimiawi otak. Hal ini juga bisa membuat gejala ketergantungan makin memburuk
Ketergantungan, yang terjadi jika tidak memegang ponsel:
- Amarah.
- Ketegangan.
- Depresi.
- Sifat lekas marah.
- Kegelisahan.
Untuk itu kita perlu disiplin dan kendali diri. Ponsel adalah produk teknologi yang semestinya membuat hidup kita lebih baik. Jika teknologi ini membuat hidup kita makin buruk, maka ada baiknya meninggalkan hal tersebut dan fokus pada hal lain. Jika memang mengalami kecanduan, perlu intervensi profesional baik dari psikolog maupun psikiater.
Kami di Refactory percaya bahwa teknologi semestinya hadir untuk mengembangkan kapasitas diri, bukannya membuat kita jadi ketergantungan tanpa guna.
Sumber:
- https://kumparan.com/kumparantech/polling-ri-juara-1-paling-betah-main-hp-sedunia-kamu-berapa-jam-1zfUv0EkQht/full
- https://www.psychguides.com/behavioral-disorders/cell-phone-addiction/signs-and-symptoms/
- https://legaleraindonesia.com/masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/
- https://www.verywellmind.com/smartphone-reading-may-lead-to-poorer-comprehension-5225779