Tulisan Terbaru

Wawasan baru maupun tips

Memahami Tech-Winter Yang Melanda Dunia

Sepanjang 2022 lalu berdasarkan data dari CNBC diketahui jumlah karyawan startup dan perusahaan teknologi besar yang dipecat sudah mencapai 190.230 orang. Sepanjang 2022 saja, total pekerja yang di PHK mencapai 154.386 dengan melibatkan 1.026 perusahaan di seluruh dunia.

Sementara, sepanjang 2023 jumlah PHK sudah mencapai 37.526 pekerja dengan melibatkan 122 perusahaan. Dalam setahun terakhir, gelombang PHK paling banyak terjadi pada November 2022 yakni mencapai 52.135 orang melalui 220 perusahaan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, sebanyak 11.626 orang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di seluruh Indonesia pada Januari hingga Oktober 2022. Dari jumlah tersebut, Banten menjadi provinsi dengan jumlah korban PHK terbanyak, yaitu 3.703 orang.

Dari jumlah tersebut, Banten menjadi provinsi dengan jumlah korban PHK terbanyak, yaitu 3.703 orang. Jumlah itu setara dengan 31,85% dari total korban PHK secara nasional. Posisinya disusul DKI Jakarta dengan 1.655 orang yang menjadi korban PHK atau 14,23%. Korban PHK di Jawa Timur dilaporkan sebanyak 1.250 orang atau 10,75%.

Perusahaan teknologi dunia saat ini sedang mengalami tech-winter. "Tech Winter" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode kontraksi atau penurunan dalam investasi industri teknologi. Terkadang disebut sebagai "hiatus teknologi," "krisis teknologi," atau "koreksi teknologi," tech winter biasanya melibatkan penurunan harga saham teknologi, kelesuan investasi, dan pengurangan kerja di sektor teknologi.

Selama tech-winter ini, banyak perusahaan yang melakukan koreksi dan perbaikan. Jika sebelumnya perusahaan teknologi fokus mencari investor untuk mengembangkan bisnis. Kali ini mereka akan fokus pada core perusahaan, yaitu teknologi. Pada tahun 1985, hari-hari di mana revolusi PC sangat berkembang, ada lebih dari 200 Produsen PC di dunia, akibatnya terjadi kemunduran dan tech winter.

Dari 200 perusahaan PC itu banyak yang bangkrut atau melakukan merger. Beberapa yang bertahan kemudian fokus pada riset teknologi dan mengembangkan perangkat keras mereka. Beberapa tahun kemudian hanya tersisa beberapa usin perusahaan dan kini hanya tersisa beberapa saja. Meski demikian, teknologi dan perkembangan perangkat keras yang ada demikian maju dan membuat kita hidup lebih baik.

Setelah booming perusahaan teknologi, tech winter berikutnya terjadi pada 1999-2002 saat ada bubble dot-com. Di mana banyak perusahaan dunia membuat situs yang akhirnya pecah. Pada awal revolusi internet industri teknologi fokus membuat website untuk kebutuhan pasar dan konsumsi, awalnya website dot-com membuat nilai perusahaan naik luar biasa di pasar saham.

Namun seiring bertambahnya waktu, ditambah keserakahan pemain saham di Wall Street, banyak perusahaan dot-com bodong yang dibuat untuk mendapat investor. Ketika mereka gagal memberikan keuntungan, hal ini memicu penurunan harga saham dan investasi. Banyak perusahaan internet baru yang berkembang pesat pada akhir 1990-an runtuh dan banyak investor merugi besar.

Tech winter berikutnya terjadi pada tahun 2008-2009, saat krisis keuangan global memukul ekonomi dunia dan mempengaruhi sektor teknologi. Saat itu harga rumah di AS naik tajam dan meningkatnya jumlah peminjam tidak mampu membayar kembali pinjaman mereka. Hal ini memicu rantai kebangkrutan yang berimbas pada perusahaan teknologi. Banyak perusahaan teknologi mengalami penurunan pendapatan dan pekerja kehilangan pekerjaan.

Meskipun tech winter memiliki dampak negatif pada industri teknologi, hal ini juga memberikan kesempatan bagi perusahaan teknologi untuk berkonsolidasi, menghemat biaya, dan fokus pada inovasi yang lebih berkelanjutan. Tapi sebenarnya hal ini bisa dihindari jika perusahaan teknologi tidak fokus pada investasi tapi pada penguatan core bisnis mereka.

Saat dunia mengalami resesi pada 2008, Mondragon, perusahaan yang fokus pada kooperasi dan teknologi, malah bangkit dan bisa bertahan. Mereka fokus pada kebutuhan pekerja dan mencari kemungkinan-kemungkinan pengembangan bisnis melalui analisis pasar yang serius. Karena tak dibebani oleh kewajiban memuaskan investor, tetapi para pekerja, Mondragon bisa melakukan penghematan tanpa memecat pekerja.

Secara keseluruhan, tech winter adalah bagian normal dari siklus bisnis dalam industri teknologi, dan meskipun memiliki dampak negatif, mereka juga memberikan kesempatan bagi perusahaan dan industri untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Tapi jika perusahaan itu hanya fokus pada investor, ketimbang pada core bisnis atau pengembangan teknologi, pada akhirnya para pekerja yang akan jadi korban.

Pada awalnya, melalui terjadinya tech-winter, peluang teknologi baru yang luar biasa muncul. Hal ini karena perusahaan tadi fokus pada penghematan, penelitian, dan membuat produk bermutu. Lalu saat sukses, perusahaan tadi akan kembali pada siklus awal, mencari investor, fokus pada pemasukan dan lupa pada jati diri sebagai perusahaan teknologi. Akhirnya ketika tech winter terjadi lagi, mereka melakukan PHK.

Teknologi memang seperti raja Midas, yang membuat apapun jadi emas, tapi jika perusahaan teknologi hanya fokus pada investor buta, tanpa mau mengembangkan diri, mereka hanya akan jadi sapi perah. Ini mengapa perlu ada kesadaran diri, nilai kokoh, dan pedoman yang membuat mereka fokus pada jati diri perusahaan.

Tech winter akan selalu terjadi jika fokus perusahaan teknologi hanya pada ekspansi, menaikkan valuasi perusahaan, tanpa fokus pada nilai-nilai penting seperti kemajuan, kerja keras, kedisiplinan, dan inovasi. Ada banyak kasus di mana perusahaan teknologi bodong berakhir bangkrut karena investor hanya fokus pada valuasi dan nilai saham, ketimbang hasil produk.

Perusahaan seperti Teranos atau FTX misalnya, menjadi contoh perusahaan yang bangkrut karena hanya fokus pada valuasi, bukan pada teknologi real. Media dan trend menjadi pihak yang ikut bertanggung jawab karena tidak melakukan verifikasi dan akuntabilitas, tetapi malah ikut membakar harga saham hingga banyak investor yang tertipu.

Untuk itu kita perlu memiliki pedoman nilai, fokus pada inti bisnis, dan berhenti mengiba pada investor. Karena semakin sebuah produk memiliki nilai, ia akan dicari, selain itu jika perusahaan tersebut bisa beradaptasi dengan perubahan yang ada, maka mereka akan selalu relevan dan dibutuhkan.

Sumber:

Refactory

Refactory adalah pengaktif teknologi digital di Indonesia. Sejak didirikan pada 2015 di Surabaya dan membuka Bootcamp kelas pertama pada 2017 di Bandung, Refactory telah berkembang melebihi Bootcamp dengan menambah berbagai solusi untuk memberdayakan anak-anak muda Indonesia melalui pemrograman, serta membantu perusahaan di tingkat nasional maupun mancanegara untuk merealisasikan potensi mereka.

Kantor Utama di Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 9,8 Sleman, DI Yogyakarta 55581 - Indonesia

© 2017-2024 PT. BIXBOX TEKNOLOGI PERKASA. All rights reserved.