Tulisan Terbaru
Wawasan baru maupun tips
Apa Yang Terjadi Pada Silicon Valley Bank?
Silicon Valley Bank (SVB) didirikan pada tahun 1983 dan menjadi salah satu bank yang memberikan layanan keuangan untuk perusahaan teknologi. Hal ini terkait keuangan modal ventura, permodalan usaha rintisan, dan membiayai inovator di seluruh dunia. Bank ini memiliki reputasi dalam solusi keuangan inovatif untuk klien-kliennya, termasuk layanan perbankan tradisional, pembiayaan, investasi modal ventura, dan layanan keuangan global.
Meski demikian pada Hari Jumat (10/3/2023) SVB mengalami keruntuhan spektakuler, yang mana kegagalan bank terbesar sejak krisis keuangan 2008. Ia menjadi bank kedua yang mengalami kebangkrutan setelah Silvergate Capital, bank yang fokus membiayai industri kripto menyatakan penghentian operasional dan rencana untuk melikuidasi banknya pada Rabu (8/3).
Setelah Silvergate Capital, bank amerika lain yang mengalami kebangkrutan adalah Signature, yang juga memiliki fokus pada industri kripto jauh lebih besar dari Silvergate ditutup pada Minggu malam (12/3) oleh regulator perbankan. Tiga bank tadi memiliki fokus layanan pada teknologi, baik pada perusahaan rintisan maupun kripto. Tapi sebenarnya apa sih yang terjadi?
Untuk penjelasan mengenai kebangkrutan SVB karena deposan menarik lebih dari US$42 miliar, menyusul pernyataan bank pada Rabu (8/3) bahwa mereka perlu mengumpulkan US$ 2,25 miliar untuk menopang neraca keuangannya. Uang US$ 2,25 miliar pada awalnya ingin dikumpulkan SVB dari penjualan obligasi pemerintah Amerika Serikat yang mereka miliki. Namun karena penjualan yang tiba-tiba dan dijual dengan harga rugi, membuat para investor panik dan menarik seluruh dana mereka.
Apakah masih susah dipahami? Nah alurnya begini. SVB sempat mengalami booming investasi yang membuat modal uang cash mereka pada 2018-2020 sangat banyak. Saat itu mereka memutuskan untuk mengalokasikan uang yang mereka miliki kepada obligasi negara yang saat itu memiliki bunga rendah. Sebagai bank, portofolio SVB sejauh ini tidak beragam, hanya obligasi dan pinjaman terhadap start up.
Saat suku bunga obligasi naik, hal ini membuat portofolio SVB naik, artinya mereka juga harus membayar suku bunga yang sama untuk setiap nasabah. Dampaknya keuntungan mereka berkurang, tidak cukup untuk membiayai operasional bank, dan lebih buruk lagi mereka harus membayar pajak atas keuntungan yang diterima.
Ketika The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga, suku bunga yang berlaku di pasar uang naik. Hal ini menyebabkan obligasi yang diterbitkan sebelumnya dengan suku bunga yang lebih rendah menjadi kurang menarik bagi investor. Karena itu, harga obligasi tersebut turun dan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor meningkat.
Melihat potensi kerugian ini, SVB mengumumkan untuk menjual rugi obligasi yang mereka miliki. Artinya mereka menjual dengan harga yang lebih murah daripada yang ada. Saat itu SVB menyatakan bahwa mereka perlu mengumpulkan US$ 2,25 miliar untuk menopang neraca keuangannya. Hal ini dilihat pasar sebagai hal yang buruk, akhirnya para nasabah yang ada melakukan penarikan uang secara besar-besaran. Uang cash yang ada di SVB tidak mencukupi dan mereka menyatakan diri bankrut.
Hal lain yang mengejutkan adalah nyaris 80 persen nasabah SVB bukanlah peserta Deposit Insurance Fund, yang dapat melindungi depositor hingga US$ 250 ribu. Artinya jika uang mereka hilang, maka pemerintah tidak akan menggantinya. Meski demikian mereka akan tetap mendapatkan ganti rugi setelah pemerintah melikuidasi seluruh aset yang dimiliki SVB. Per desember lalu SVB memiliki total aset sebesar $209,0 miliar dan total simpanan sekitar $175,4 miliar.
Lalu apa dampaknya? Banyak perusahaan rintisan dan warga yang menyimpan uangnya di SVB. Bagi mereka yang memiliki tabungan kurang dari US$ 250 ribu akan dijamin. Pemerintahan Presiden Joe Biden menjamin bahwa seluruh uang tabungan mereka dijamin Deposit Insurance Fund dan tidak akan menggunakan uang pajak. Tetapi mereka yang memiliki lebih dari tabungan US$ 250 ribu akan tersendat.
Saat ini Amerika Serikat, terutama Silicon Valley mengalami Tech Winter. Hal ini mengacu pada istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode kontraksi atau penurunan dalam investasi industri teknologi. Terkadang disebut sebagai "hiatus teknologi," "krisis teknologi," atau "koreksi teknologi," tech winter biasanya melibatkan penurunan harga saham teknologi, kelesuan investasi, dan pengurangan kerja di sektor teknologi.
Banyak Modal Ventura yang berhenti membakar uang dan memberikan investasi. Mereka banyak memarkirkan uangnya di bank. Hal ini berdampak pada kemampuan untuk memberikan uang segar ke perusahaan rintisan. Bisa jadi pembiayaan seperti gaji dan kebutuhan harian tak bisa dipenuhi.
Akan makin banyak perusahaan rintisan yang susah mendapat uang dan tutup. Selanjutnya banyak orang yang tidak memiliki gaji atau bahkan dipecat karena adanya pengetatan keuangan. Banyak perusahaan di Amerika yang memberikan pengumuman pada karyawannya terkait kerjasama atau pembiayaan dengan SVB dan meminta mereka tenang.
Lalu apa yang bisa kita pelajari? Kebangkrutan yang dialami oleh SVB sebagian besar murni karena keserakahan. Alih-alih mendiversifikasi ke beragam bentuk investasi, SVB fokus pada obligasi dan perusahaan rintisan tanpa adanya analisis bisnis yang tepat. Selanjutnya adalah keserakahan dari para investor yang langsung menarik uangnya ketika ada kepanikan.
Hal ini semestinya bisa jadi pembelajaran, untuk tidak fokus pada membisniskan uang, tetapi pada manusia yang bekerja.